This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

SAHABAT NABI: ABU BAKAR AS-SIDDIQ, Pembaiatannya Sebagai Khalifah



Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Umar bin Khaththab berpidato di depan manusia tatkala dia pulang dari menunaikan ibadah haji. Dia berkata dalam khutbahnya itu: Telah sampai berita kepada saya bahwa seseorang di antara kalian ada yang berkata, jika Umar meninggaI maka saya akan membai'at Fulan, janganlah sampai ada di antara kamu yang tertipu dengan mengatakan bahwa pembaiatan Abu Bakar itu adalah satu kekeliruan. Kalau pun demikian, namun Allah telah menjaga dari keburukannya. Sedangkan kita sekarang tidak dalam kondisi dimana leher-leher bisa dipancung sebagaimana di zaman Abu Bakar.
Sesungguhnya dia adalah orang yang paling baik di antara kami tatkaIa Rasulullah meninggal dunia. Sedang­kan AIi dan Zubair serta orang-orangyang bersama mereka terlambat datang untuk membaiat karena mereka berdua berada di ruman Fathimah. Sedangkan orang-orang Anshar juga membaiat belakangan di Saqifah Bani Sa'idah. Sedangkan orang-orang Muhajirin sepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah. Saya katakan kepadanya, "Wahai Abu Bakar pergilah kamu sekarang untuk menemui saudara­-saudara kita dari kaIangan Anshar." Kemudian kami berangkat mewakili mereka hingga kami bertemu dengan orang yang shalih. Mereka menyebutkan kepada kami apa yang sedang dilakukan oleh orang-­orang Anshar. Kemudian kedua orang itu bertanya, "Lalu kalian akan pergi kemana wahai orang-orang Muhajirin?" Saya katakan, "Kami ingin bertemu dengan saudara-saudara kami dari golongan Anshar." Mereka berkata, "Jangan, janganlah kaIian mendekati mereka, selesaikan urusan­mu sendiri wahai kaum Muhajirin;" saya katakan, "Demi Allah, saya akan datangi mereka." Kemudian kami berangkat hingga sampai di Saqifah Bani Saidah. Mereka saat itu sedang berkumpul dan di antara para hadirin ada seorang laki-laki yang berselimut. Saya bertanya, "Siapakah orang ini?" Mereka berkata, 'Sa'ad bin Ubadah." saya bertanya, "Kenapa dia?" Mereka berkata, 'Dia sedang sakit demam."
Tatkala kami telah duduk, salah seorang dari mereka berdiri dan menyampaikan pidatonya. Dia memuji Allah sebagaimana yang se­harusnya. Dia berkata, "Amma Ba'du. Kami adalah penolong (agama) Allah dan pasukan Islam. Kamu sekalian wahai orang-orang Muhajirin adalah bagian dari kami. Kalian datang kepada kami dan kalian ingin mengesampingkan kami dari hak kami dan merampas kekuasaan kami."
Tatkala dia selesai mengucapkan khutbahnya, saya ingin me­nyampaikan ucapan balasan sesuai dengan apa yang saya siapkan dan saya anggap sangat baik. Saya ingin mengatakannya di hadapan Abu Bakar. Saya merasa bahwa saya lebih tahu darinya dalam batas tertentu, dan dia lebih sabar dariku dan lebih tenang penampilannya. Abu Bakar berkata, "Jangan terburu-buru wahai Umar!” Dan saya tidak ingin menjadikan dia marah. Dia lebih tahu daripada saya. Demi Allah, dia sama sekali tidak meninggalkan satu kalimat pun yang saya anggap sangat indah dalam persiapan balasan yang saya siapkan. Dia mengatakannya dengan gamblang sesuai dengan apa yang saya ren­canakan bahkan lebih baik darinya. Hingga akhirnya dia mengakhiri pidatonya. Kemudian dia berkata, 'Amma Ba'du. Adapun yang engkau sebutkan tentang kebaikan-kebaikan yang ada pada kalian, maka itu memang hak kalian. Namun orang-orang Arab tidak mengakui kepemimpinan selain orang Quraisy, mereka adalah orang yang berasal dari keturunan yang terbaik dan dari tempat yang terbaik. Saya rela jika kalian memilih salah seorang dari dua orang ini. Maka baiatlah ia se­bagaimana kalian suka.Kemudian dia mengambil tanganku dan tangan Abu Ubaidah bin al-Jarrah, yang saat itu duduk di antara kami. Saya sangat tidak senang dengan apa yang dia katakan terakhir. "Demi Allah, lebih baik leher saya dipenggal daripada saya maju menjadi pemimpin di saat masih ada Abu Bakar." Salah seorang dari golongan Anshar berdiri dan ber­kata, "Dari kami ada pemimpin dan dari kalian ada satu pemimpin, wahai orang-orang Quraisy.
Kemudian terjadi kegaduhan dan ada teriakan-teriakan, hingga saya sangat khawatir terjadi persengketaan. Saya berkata, 'Angkat tanganmu, wahai Abu Bakar! Dia angkat tangan­nya. Lalu saya baiat Abu Bakar dan kaum Muhajirin juga mengikutinya, lalu kaum Anshar juga ikut membaiatnya. Maka ketahuilah bahwa kami tidak pernah menghadiri sama sekali satu majlis yang sangat genting yang lebih mendapat taufik daripada pembaiatan Abu Bakar. Kami khawatir jika kami memecah belah umat, sedangkan saat itu belum dilakukan pembaiatan. Dengan demikian kita akan dihadapkan pada pembaiatan orang yang tidak kami sukai atau kami berbeda pendapat dengan mereka hingga akan timbul fitnah besar.
lmam an-Nasai Abu Ya'la dan al-Hakim -dia menyatakan ke­shahihannya- meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud dia berkata, "Tatkala Rasulullah telah dipanggil Allah ke hadirat-Nya, orang-orang Anshar berkata, 'Dari kami ada seorang pemimpin dan dari kalian ada seorang pemimpin. 'Kemudian Umar mendatangi mereka dan berkata, 'Wahai kaum Anshar tidakkah kaIian tahu bahwa Rasulullah telah memerintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam shalat pada saat hidupnya. Lalu siapa di antara kalian yang merasa dirinya berhak untuk maju mendahului Abu Bakar?' Orang-orang Anshar berkata, 'Kami berlindung kepada Allah untuk maju mendahului Abu Bakar.’ "
Ibnu Sa'ad, al-Hakim dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri dia berkata: Tatkala Rasulullah wafat kaum muslimin ber­kumpul di rumah Sa'ad bin Ubadah. Hadir di tengah mereka Abu Bakar dan Umar. Salah seorang dari kaum Anshar berdiri, "Wahai orang-orang Muhajirin sesungguhnya Rasulullah jika menempatkan seseorang dari kalian maka dia akan senantiasa mengambil dari kami sebagai teman. Maka kami melihat bahwa pemerintahan ini hendaknya diperintah oleh dua orang, seorang dari kami dan seorang dari kalian." Orang-­orang yang berpidato dari golongan Anshar menekankan hal itu secara bergantian.

Zaid bin Tsabit berdiri dan berkata, "Tidakkah kalian tahu bahwa Rasulullah adalah dari kalangan Muhajirin dan khalifahnya adalah dari kalangan Muhajirin, sedangkan kita adaIah pembantu RasuIullah (Anshar), dengan begitu kita juga adalah pembantu khalifahnya. Kemudian dia mengambil tangan Abu Bakar dan berkata, 'Inilah sahabat Anda sekalian.' Lalu Umar membaiatnya, diikuti oleh kaum Muhajirin lalu kaum Anshar.

Kemudian Abu Bakar naik ke mimbar, dan dia melihat ke wajah hadirin, namun tidak dapatkan Zubair. Dia memerintahkan agar Zubair dipanggil lalu dia datang menemui panggilan Abu Bakar. Abu Bakar berkata, "Kau adalah anak bibi Rasulullah dan seorang hawari Rasulullah apakah kau ingin mengoyak-ngoyak kesatuan kaum muslimin?" Zubair menjawab, "Tidak wahai khalifah Rasulullah!" Lalu dia membaiat Abu Bakar.

Lalu dia kembali melihat orang yang hadir, dia juga tidak mendapatkan Ali di tengah mereka. Dia kemudian mengutus seseorang untuk memanggil Ali dan Ali pun datang memenuhi panggilan tersebut. Abu Bakar berkata, "Kau adalah anak paman RasuluIlah dan dia kawin­kan engkau dengan anaknya, apakah kau akan mengoyak-ngoyak kesatuan kaum muslimin?" Ali menjawab, "Tidak wahai khalifah Rasulullah! Dan dia pun membaiatnya."

Ibnu Ishaq dalam kitab Sirah-nya berkata, az-Zuhri berkata kepada saya, Anas bin Malik berkata kepada saya, dia berkata: "Tatkala Abu Bakar dibaiat di Saqifah Bani Saidah, keesokan harinya Abu Bakar duduk di atas mimbar. Lalu Umar berpidato sebelum Abu Bakar. Dia memuji Allah dan menyatakan syukurnya. Lalu berkata, "Sesungguh­nya Allah telah menjadikan orang terbaik di antara kalian memangku jabatan khalifah. Dia adalah sahabat Rasulullah, orang yang menemani­nya saat berada di dalam gua. Maka bangunlah kalian semua dan nyatakan baiat kepadanya."

Lalu para hadirin berdiri dan menyatakan baiat secara umum setelah baiat di Saqifah. Kemudian Abu Bakar berdiri dan memuji Allah dan menyatakan syukumya. Kemudian dia berkata,

"Amma Ba'du. Wahai manusia! Sesungguhnya saya telah dipilih untuk memimpin kalian dan bukanlah saya orang ter­baik di antara kalian. Maka,jika saya melakukan hal yang baik, bantulah saya. Dan jika saya melakukan tindakan yang menyeleweng luruskanlah saya. Sebab kebenaran itu adalah amanah. sedangkan kebohongan itu adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian adalah kuat dalam pandangan saya hingga saya ambilkan hak-­haknya untuknya. sedangkan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah di hadapanku hingga saya ambil hak orang lain darinya, insya Allah. Dan tidak ada satu kaum pun yang meninggalkan jihad dijalan Allah kecuali akan Allah timpakan kepadanya kehinaan. Dan tidak pula menyebar kemaksiatan kepada satu kaum kecuali akan Allah timpakan kepada mereka petaka. Taatlah kalian kepadaku selama saya taat kepada Allah dan jika saya melakukan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya maka tidak ada kewajiban taat kalian kepadaku. Bangunlah untuk melakukan shalat. rahimakumullah. "

Musa bin 'Uqbah meriwayatkan dalam kitabnya al-Maghazi, aI-Hakim -dia menyatakan keshahihan riwayat ini- dari Abdur Rahman bin' Auf , dia berkata, Abu Bakar berkhutbah, lalu berkata, "Demi Allah sesungguhnya saya tidak pernah berambisi kepada kekuasaan meskipun sehari ataupun semalam dalam hidupku. Saya juga tidak pernah menginginkannya. Saya tidak pernah satu kalipun meminta kepada Allah baik secara terang-terangan maupun secara rahasia. Namun saya khawatir terjadi fitnah. Dan tidaklah ada dalam kepemimpinan ini untuk berleha-leha. Sebab saya telah dibebani tugas yang demikian besar. Dan tidaklah ada padaku satu kekuatan dan daya kecuali dengan bantuan Allah." Ali dan Zubair berkata, "Dan kemarahan kami tidak lain karena kami tidak diikutkan dalam musyawarah. Sesungguhnya kami memandang bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling berhak untuk memangku khilafah. Karena sesungguhnya dia adalah teman Rasululah di dalam gua. Dan kami mengetahui kemuliaan yang ada padanya. Rasulullah telah memerintahkannya menjadi imam pada saat dia masih hidup."

Ibnu Sa'ad juga meriwayatkan dari Ibrahim At-Tamimi dia berkata: Tatkala Rasulullah meninggal Umar mendatangi Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan berkata, "Angkat tanganmu hingga aku berbaiat kepadamu, karena engkau adalah Amin (kepercayaan) umat ini sebagaimana Rasulullah katakan.' Abu Ubaidah berkata, 'Saya tidak pernah melihat satu kelemahan pendapat yang berasal darimu sejak engkau masuk Islam! Apakah engkau akan membaiat saya, padahal di antara kalian ada ash-Shiddiq, dan seorang dari dua orang yang ada di dalam gua?"
Ibnu Sa'ad juga meriwayatkan dari Muhammad bahwa Abu Bakar berkata kepada Umar, 'Bentangkan tanganmu agar aku bisa membaiatmu'. Umar berkata kepadanya, 'Engkau jauh lebih baik dariku!" Abu Bakar berkata, "Kau lebih kuat dariku!' Dia mengulang-ulang kata tersebut. Kemudian Umar berkata, "Sesunggguhnya kekuatanku adalah untukmu bersama keutamaanmu.' Lalu dia pun membaiatnya.

Ahmad meriwayatkan dari Hamid bin Abdur Rahman bin' Auf dia berkata, bahwa Rasulullah meninggal sedangkan Abu Bakar berada di sebuah tempat di Madinah. Lalu dia datang ke tempat Rasulullah dan menyingkap wajahnya yang mulia. Dia mencium wajah Rasulullah sambil berkata, "Ibu dan ayahku jadi tebusan untukmu. Alangkah baiknya engkau saat engkau hidup dan saat engkau wafat. Muhammad telah meninggal demi Tuhan pemelihara Ka'bah' -kemudian dia menyebutkan hadits-. Dia berkata: Abu Bakar dan Umar berangkat hingga mereka sampai di tempat orang-orang Anshar. Kemudian Abu Bakar berbicara di hadapan mereka. Dia tidak meninggalkan satu hal pun yang diturunkan Allah mengenai kaum Anshar dan disebutkan Rasulullah mengenai mereka kecuali dia menyebutkannya, dia berkata, "Kalian semua telah tahu bahwa Rasulullah bersabda, 'Andaikata semua orang melewati satu lembah dan kaum Anshar melewati lembah yang lain, maka saya pasti akan melewati lembah di mana kaum Anshar lewat.' Wahai Sa'ad kau tahu bahwa Rasulullah bersabda dan saat itu kau sedang duduk, 'Orang-orang Quraisy adalah pemangku kekuasaan ini. Orang yang baik akan ikut orang yang baik, dan orang yang jelek akan ikut orang jelek;' Sa'ad berkata, 'Kau benar, kami adalah para wazir (menteri) sedangkan kalian adalah para Amir.'''

Ibnu Asakir meriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri dia berkata: TatkaIa Abu Bakar dilantik sebagai khalifah, dia melihat sebagian orang yang tidak begitu sreg. Maka dia berkata, "Wahai manusia, apakah yang menghalangi kalian, bukanlah aku adalah orang yang paling berhak? Bukankah orang pertama yang masuk Islam, bukankah ... bukankah ... Dia kemudian menyebutkan beberapa hal."

Ahmad meriwayatkan dari Rafi'ath-Thai, dia berkata, "Abu Bakar mengatakan kepadaku tentang proses pembaitannya, tentang apa yang dikatakan oleh orang-orang Anshar dan apa yang dikatakan oleh Umar. Dia berkata, 'Mereka membaiat saya dan saya menerima baiat mereka. Saya khawatir bahwa akan terjadi satu fitnah, yang setelah itu terjadi tindakan murtad."

Ibnu Ishaq dan Ibnu 'Abi dalam al-Maghazi meriwayatkan dari Rafi' Ath-Thai, bahwa dia berkata kepada Abu Bakar, "Apa yang men­dorong kamu untuk menerima jabatan ini, padahal engkau telah melarangku untuk tidak menjadi pemimpin dari dua orang?" Abu Bakar berkata, "Saya tidak mendapat jalan lain, dan saya takut terjadi perpecahan pada umat Muhammad."

Ahmad meriwayatkan dari Qais bin Abi Hazim dia berkata, Se­sungguhnya saya pernah duduk bersama Abu Bakar selama sebulan setelah wafatnya Rasulullah. Dia kemudian mengisahkan kepadaku tentang kisahnya. Kemudian ada panggilan adzan untuk shalat: ash-­shalat Jami'ah. Lalu orang-orang berkumpul. Dan dia naik ke mimbar, lalu berkata, "Wahai manusia, sungguh saya menginginkan perkara ini di tangan orang lain. Dan jika kalian menuntut aku untuk melaksanakan semua sunnah Rasulullah, maka pastilah saya tidak akan sanggup memikulnya. Sebab dia terjaga dari godaan syetan dan kepadanya diturunkan wahyu dari langit.'

Ibnu Sa'ad meriwayatkan dari Hasan al-Bashri dia berkata: Tatkala Abu Bakar dilantik menjadi khalifah dia berdiri mengucapkan khutbahnya di hadapan manusia. Lalu berkata, "Amma Ba'du. Se­sungguhnya saya diberi beban kekuasaan ini, padahal saya sangat tidak suka, sesungguhnya saya menginginkan di antara kalian ada yang menggantikan posisi ini. Ketahuilah jika kalian membebani saya seperti yang dibebankan Rasulullah, niscaya saya tak akan sanggup melakukannya. Rasulullah adalah hamba yang kepadanya diturunkan wahyu serta dijaga dari kesalahan-kesalahan. Ketahuilah bahwa saya adalah manusia biasa, dan saya bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa syetan selalu menggodaku. Jika kalian melihat saya sedang marah, maka jauhilah saya, sehingga saya tidak membuat kesalahan pada rambut dan kulit kalian."

Ibnu Sa'ad dan al-Khathib meriwayatkan dari Malik dari 'Urwah dia berkata, "Tatkala Abu Bakar resmi dilantik sebagai khalifah dia berbicara di hadapan manusia. Dia memuji dan bersyukur kepada Allah, kemudian berkata, 'Amma Ba'du. Sesungguhnya saya telah di­nobatkan. Namun al-Qur'an turun, dan Rasulullah mengajarkan sunnah-sunnah. Lalu kami diajari sunah-sunnah itu dan kami tahu. Maka ketahuilah wahai manusia secerdas-cerdasnya manusia adalah orang yang bertakwa, sedangkan orang yang paling lemah adalah orang yang ingkar. Sesungguhnya orang yang paling lemah di antara kalian adalah orang yang paling kuat hingga aku ambil untuknya hak-hak­nya. Dan orang yang paling kuat di antara kalian adalah orang yang lemah hingga aku ambil darinya hak-hak orang lain. Wahai manusia, sesungguhnya saya ini adalah orang yang mengikuti jejak Rasulullah, dan saya bukan orang yang membikin-bikin hal yang baru (mubtadi'). Jika saya melakukan hal yang baik, maka bantulah saya dan jika saya melakukan hal yang jelek, maka luruskanlah saya. Saya akhiri khutbah ini, dan saya minta ampun kepada Allah untuk saya dan untuk kalian.

Imam Malik berkata, 'Tidak ada seorang pun yang menjadi . pemimpin kecuali dia harus memenuhi persyaratan seperti itu."

Al-Hakim dalam al-Mustadrak meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, 'Tatkala Rasulullah wafat kota Makkah serasa bergoncang. Abu Quhafah mendengar itu. Lalu dia berkata, 'Ada apa ini?" Mereka berkata, 'Rasulullah meninggal;" dia berkata, "Satu perkara yang sangat agung, lalu siapa yang akan menjadi pengganti setelah wafatnya?” Mereka berkata, "Anakmu!' Dia bertanya, 'Apakah orang-orang Bani Abdi Manaf dan Bani al-Mughirah rela dengan keputusan ini?" Mereka berkata, "Ya!" Dia berkata, "Tidak ada yang akan menurunkan apa yang kau angkat dan tidak akan diangkat apa yang kau letakkan."

AI-Waqidi meriwayatkan dari jalan Aisyah, Ibnu Umar, Sa'id Ibnu al-Musayyib dan yang lain, mereka berkata, 'Sesungguhnya Abu Bakar dibaiat pada saat Rasulullah wafat pada hari Senin tanggal dua belas Rabiul Awwal tahun sebelas Hijrah."

Imam ath-Thabarani meriwayatkan dalam al-Awsath dari Ibnu Umar dia berkata, "Abu Bakar tidak pernah duduk di tempat duduk Rasulullah hingga dia menghadap Allah, dan Umar tidak pernah duduk di tempat duduk Abu Bakar hingga dia menghadap Allah, demikian juga, Utsman tidak pernah duduk di tempat duduk Umar hingga dia menghadap Allah.'

ABU BAKAR, Hal-hal yang Terjadi Pada Masa Kekhilafahannya
Rabu, 15 November 2006 - Pukul: 16:38 WIB

Hal-hal penting yang terjadi di masa kekhalifahannya adalah: Diteruskannya pengiriman tentara Usamah yang pernah disiapkan Rasulullah sebelum meninggalnya, perang melawan orang-orang yang murtad dan para pembangkang yang tidak mau membayar zakat perang terhadap Musailamah al-Kadzdzab, serta pengumpulan al-Qur' an.

Al-Ismaili meriwayatkan dari Umar dia berkata, "Tatkala Rasulullah wafat banyak orang yang murtad dan mereka berkata, 'Kami akan tetap melakukan shalat namun kami tidak akan pernah membayar zakat. 'Saya datang menemui Abu Bakar dan saya katakan kepadanya, 'Satukan manusia dan bersikaplah dengan penuh kasih kepada mereka karena keadaan mereka itu adalah laksana orang-orang yang buas." Abu Bakar berkata, 'Saya mengharap bantuanmu, namun yang saya dapatkan adalah pengkhianatanmu. Apakah kamu demikian garang di masa jahiliyyah, dan menjadi penakut di dalam Islam, wahai Umar?' Lalu dengan apa harus saya satukan mereka, dengan syair yang dibikin-bikin dan sihir yang dibuat-buat? Tidak! Tidak! Rasulullah te­lah meninggal dan wahyu telah putus. Demi Allah saya akan perangi mereka selama pedang masih bisa bertahan ditanganku, walaupun mereka hanya menolak untuk memberikan seutas tali binatang yang pernah diberikan kepada Rasulullah." Ternyata saya dapatkan bahwa dia jauh lebih berani dan kuat keinginannya dan orang yang paling semangat terhadap satu perkara yang mungkin padapandangan orang itu adalah kecil dan tidak berharga tatkala mereka memerintah.

Abu al-Qasim al-Baghawi dan Abu Bakar Asy-Syafi'i dalam kitab­nya al-Fawaid, juga Ibnu Asakir meriwayatkan dari Aisyah dia berkata, 'Tatkala Rasulullah meninggal kemunafikan muncul dimana-mana, sedangkan orang-orang Arab murtad dari Islam. Adapun orang-orang Anshar melarikan diri (tidak memihak). Andaikata hal-hal yang menimpa ayahku menimpa gunung-gunung, niscaya ia akan menghan­curkannya. Dan tidak satu masalah pun dimana orang-orang berbeda pendapat kecuali ayah saya akan datang untuk memecahkan per­soalan itu. Mereka berkata: Dimana seharusnya Nabi dikebumikan? Kami tidak mendapatkan seorang pun yang mengetahui masalah ini. Lalu Abu Bakar berkata, "Saya mendengar Rasulullah bersabda, Tidak ada seorang nabi pun yang meninggal kecuali dia harus disemayam­kan di tempat pembaringan di mana dia meninggal." Orang-orang juga berbeda pendapat tentang warisannya. Ternyata tak seorang pun yang mengetahui tentang masalah ini, maka berkatalah Abu Bakar: Saya mendengar Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya kami para nabi tidak mewariskan (harta), dan apa yang kami tinggalkan adalah sedekah. 11

Sebagian ulama berkata: Ini adalah masalah pertama dimana terjadi perbedaan antara para sahabat. Sebagian mereka berkata: Kami akan menyemayamkannya di Makkah, di kota tempat dia dilahir­kan. Sedangkan yang lain berkata: Hendaknya dia disemayamkan di masjidnya; Yang lain berkata, Dia hendaknya disemayamkan di Baqi'; yang lain berkata, Hendaknya dia disemayamkan di Baitul Maqdis, tempat para nabi disemayamkan. Demikianlah yang terjadi, hingga akhirnya Abu Bakar memberitahukan kepada mereka tentang apa yang dia dengar dari Rasulullah.

Hadits ini adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh Abu Bakar, sedangkan kaum Muhajirin dan Anshar semuanya merujuk kepadanya. Imam al-Baihaqi Ibnu Asakir meriwayatkan dari Abu Hurairah dia berkata, 'Demi Dzat yang tidak ada Tuhan selain dia, andaikata Abu Bakar tidak menjadi khaIifah, maka Allah tidak akan disembah lagi di muka bumi.' Dia mengulangi perkataan tersebut dua kali hingga tiga kali. Maka ditanyakan kepadanya: Apa yang kau maksudkan wahai Abu Hurairah? Dia berkata, 'Sesungguhnya RasuluIlah telah mempersiapkan tentara Usamah bin Zaid dalam jumIah tujuh ratus tentara ke negeri Syam. Tatkala dia sampai di daerah Dzi Khasyab, Rasulullah dipanggil Allah menghadap ke hadirat-Nya. Orang-orang di sekitar Madinah serentak murtad. Para sahabat Rasulullah berkumpul: Terjadi Tarik ulur di antara mereka, apakah mereka akan terus melanjutkan perjalanan ke wilayah Romawi sedangkan orang-orang di sekitar Madinah pada murtad? Abu Bakar berkata, "Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, andaikata anjing-anjing menarik-narik kaki isteri-isteri Rasulullah, saya tidak akan pemah menarik mundur pasukan yang telah dipersiapkan Rasulullah, dan saya tidak akan pernah akan membuka bendera yang diikatkan RasuIullah. Kemudian dia mengirim tentara Usamah. Dan setiap kali pasukan itu melewati kabilah yang hendak murtad mereka selalu berkata: Jika saja mereka tidak memiliki kekuatan yang demikian besar, niscaya orang-orang ini tidak akan keIuar dari Madinah. Namun demikian biarlah mereka pergi hingga bertemu dengan pasukan Romawi. Kaum muslimin bertemu dengan pasukan Romawi, pasukan Islam memenangkan pertempuran dan mereka puIang dengan selamat. Akhirnya orang-orang yang ingin murtad itu tetap memeluk Islam."

Al-Baihaqi juga meriwayatkan dari 'Urwah dia berkata, Rasulullah pada saat sakitnya bersabda, "Teruskan perjuangan pasukan Usamah." Dia berjaIan dengan pasukannya hingga sampai ke daerah al-Jurf. Isterinya, fatimah bintu Qais mengutus seseorang untuk menemuinya dan berkata, "Jangan terburu-buru berangkat sebab saat ini Rasulullah dalam keadaan sakit keras." Tak lama kemudian Rasulullah meninggal. Tatkala Rasulullah meninggal dia kembaIi menemui Abu Bakar dan berkata: Sesungguhnya Rasulullah mengutusku sedangkan saya waktu itu tidak berada seperti keadaanmu saat ini, saya kini khawatir orang­-orang Arab kafir kembali. Dan jika mereka kafir, maka merekalah orang yang seharusnya diperangi pertama kali. Jika mereka tidak kafir, maka saya akan melanjutkan perjalanan perang karena masih banyak orang-­orang yang tangkas dan baik.

Abu Bakar kemudian berpidato di hadapan kaum Anshar dan Muhajirin, "Demi Allah, dimakan burung ganas lebih baik bagi saya daripada saya harus memulai sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah.' Lalu dia mengutusnya kembali sesuai dengan pesan Rasulullah.

Adz-Dzahabi berkata, 'Tatkala kabar wafatnya Rasulullah telah tersebar luas ke semua wilayah, banyak golongan Arab yang murtad dari agama Islam, mereka tidak mau membayar zakat. Lalu Abu Bakar bangkit untuk memerangi mereka. Umar dan yang lain menyarankan agar tidak memerangi mereka. Demi Allah jika mereka tidak mau memberikan seutas tali yang mereka pernah serahkan kepada Rasu­lullah, maka akan saya perangi mereka atas tindakannya itu."

Umar berkata, "Lalu bagaimana kau akan perangi manusia sementara Rasulullah telah bersabda, 'Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengatakan: Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad sebagai Rasulullah. Siapa pun yang mengatakannya maka dia terjaga harta dan darahnya kecuali dengan haknya, sedangkan perhitungannya ada pada sisi Allah."

Abu Bakar berkata, 'Demi Allah sungguh akan saya perangi siapa saja yang memisahkan antara shalat dan zakat. Sebab zakat adalah hak harta, dan Rasulullah telah bersabda: 'kecuali dengan haknya. '" Umar berkata, "Demi Allah saya melihat bahwa Allah telah membukakan dada Abu Bakar untuk berperang. Maka tahulah saya bahwa apa yang dikatakan itu adalah benar." (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari 'Urwah dia berkata, 'Abu Bakar keluar dengan kaum Muhajirin dan Anshar hingga sampai ke Najd. Sedangkan orang-orang Badui pada melarikan diri bersama dengan keluarga dan kerabatnya. Orang­-orang berkata kepada Abu Bakar, "Pulanglah ke Madinah kepada ke­luarga dan wanita-wanita, dan dudukkan seseoang untuk memimpin tentara. Mereka mengatakan itu hingga akhirnya Abu Bakar pulang. Dan dia memerintahkan Khalid bin al-Walid untuk memimpin tentara.' Dia berkata kepada Khalid, 'Jika mereka menyerah dan membayar zakat, maka jika ada di antara kalian yang akan pulang-pulanglah; Setelah itu Abu Bakar pulang ke Madinah."

Imam ad-Daraquthni meriwayatkan dari Ibnu Umar dia berkata, 'Tatkala Abu Bakar muncul dan dia duduk di pelana kudanya, Ali bin Abi Thalib mengambil tali kekangnya. Dia berkata, 'Mau kemana engkau wahai khalifah Rasulullah? Saya akan katakan kepadamu sebagaimana yang pernah Rasulullah katakan kepadamu pada Perang Uhud: Sarungkan pedangmu, dan janganlah kau jadikan kami ber­sedih karena kehilangan dirimu, pulanglah ke Madinah. Demi Allah jika kami kehilangan dirimu, maka tidak akan ada lagi aturan dalam Islam untuk selamanya."

Dari Hanzhalah bin Ali al-Laitsi dia berkata bahwa Abu Bakar mengutus Khalid dan memerintahkannya untuk memerangi manusia atas lima perkara. Barangsiapa yang meninggalkan salah satunya maka dia harus diperangi karena dia laksana meninggalkan empat yang lain. Mereka harus diperangi jika mereka tidak mengucapkan syahadatain, meninggalkan shalat tidak membayar zakat meninggalkan puasa dan tidak mau menunaikan haji.

Khalid bin Walid dan orang-orang yang bersamanya berangkat pada buIan Jumadil Akhir. Dia memerangi Bani Asad, Bani Ghathafan. Ada yang terbunuh dan ada pula yang ditawan. Sedangkan sisanya kembali ke pangkuan Islam. Pada peristiwa ini dua orang sahabat yakni 'Ukasyah bin Muhshin dan Tsabit bin Aqram mati syahid.

Pada bulan Ramadhan di tahun itu Fatimah, putri Rasulullah, penghulu para wanita dunia wafat dalam usia 24 tahun.

Adz-Dzahabi berkata bahwa Rasulullah tidak memiliki nasab keturunan kecuali darinya. Sebab dari anak Zainab tidak ada ketu­runan, sebagaimana dikatakan oleh Zubair bin Bakkar. Sedangkan Ummu Aiman meninggal sebulan sebelum meninggalnya fatimah. Pada bulan Syawwal Abdullah bin Abu Bakar meninggal.

Kemudian Khalid melanjutkan ekspedisinya ke Yamamah untuk memerangi Musailamah al-Kadzdzab di akhir tahun itu. Kedua pasukan bertemu. Mereka dikepung dalam beberapa hari. Kemudian Musailamah -semoga Allah melaknatnya- terbunuh. Pembunuhnya adalah Wahsyi yang tak lain adalah pembunuh Hamzah di perang Uhud.

Pada perang itu, orang yang mati syahid adalah, Abu Hudzaifah bin 'Utbah, Salim bekas budak Hudzaifah, Syuja' bin Wahb, Zaid bin al-Khaththab, Abdullah bin Sahl, Malik bin Amr, ath-Thufail bin Amr ad-­Dawsi Yazid bin Qais, Amir bin al-Bakir, Abdullah bin Makhramah, Saib bin Utsman bin Mazh'un, Abbad bin Basyar, Ma'nu bin Adi, Tsabit bin Qais bin Syamas, Abu Dujanah Samak bin tiarb dan beberapa sahabat lain yang jumlahnya tujuh puluh.

Saat terbunuh, Musailamah berusia seratus lima puluh tahun.
Dia lahir sebelum lahimya Abdullah ayah Rasulullah .

Pada tahun 12 Hijriyyah Abu Bakar mengutus aI-Ala' bin al-Hadhrami ke Bahrain. Orang-orang di sana telah murtad. Mereka kemudian bertemu dengan kemenangan berada di tangan kaum muslimin. Dia juga mengutus Ikrimah bin Abu Jahal ke Amman yang penduduknya murtad. Sementara itu al-Muhajir bin Umayyah diutus kepada orang-orang Najir yang murtad. Sedangkan Ziad bin Labid al-­Anshari di utus kepada satu kelompok manusia yang telah murtad.

Pada tahun itu, Abu al-Ash bin al-Rabi', suami Zainab putri Rasulullah, meninggal dunia. Juga Ash-Sha'ab bin Jatsamah serta Abu Martsad al-Ghanawi.

Setelah usai memerangi orang-orang murtad, Abu Bakar mengutus Khalid bin Walid untuk menuju wilayah Bashrah dan memerangi Ublah. Dia kemudian membuka dan menaklukkannya. Dia juga menaklukkan wilayah kaisar yang ada di wilayah Irak dengan cara perang dan dengan cara damai.

Pada tahun ini pula Abu Bakar menunaikan ibadah haji. Kemudian dia pulang dan mengirim Amr bin al-Ash dan pasukannya ke Syam. Pada saat itulah terjadi perang Ajnadain, yakni pada bulan Jumadil Ula tahun 13 Hijriyyah. Kaum muslimin mendapatkan kemenangan, sedangkan Abu Bakar mendapat kabar tersebut saat menjelang akhir hayatnya. Pada perang tersebut Ikrimah bin Hisyam bin al-Ash mati syahid.

Di saat itu juga terjadi perang Marj as-Shafr. Kaum muslimin dapat memukul mundur kaum musyrikin dan beberapa orang mati syahid di antaranya al-Fadl bin al-Abbas.

SAHABAT NABI: Abu Ayyub al-Anshari Rodhiallahu 'anhu



Abu Ayyub al-Anshari merupakan seorang sahabat yang mulia. Namanya adalah Khalid ibnuz Zaid bin Kulaib, dari bani Najjar. Gelarnya adalah Abu Ayyub, nisbatnya adalah kepada Anshar. Siapakah di antara kita, kaum muslimin yang tidak mengenal Abu Ayyub al-Anshari?
Allah telah memuliakan penduduk Timur dan Barat yang me­nyebutnya, manusia yang paling tinggi derajatnya yang rumah­nya dipilih di antara rumah kaum muslimin lainnya untuk per­singgahan Nabi mulia Shalallahu 'alaihi wasallam, ketika ia sampai di Madinah untuk hijrah. Itu merupakan kemuliaan terbesar baginya.
Persinggahan Rasul Shalallahu 'alaihi wasallam di rumah Abu Ayyub adalah kisah yang menarik dan tidak pernah menjenuhkan untuk diulang-ulang. Peristiwa itu terjadi ketika Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah. Hati penduduk Madinah menyambut beliau dengan suka cita. Semua mata tertuju melihat beliau karena rindu kepada kekasihnya. Mereka mem­bukakan hati untuk beliau dari hati yang paling dalam. Mereka membuka lebar pintu-pintu rumah mereka untuk beliau. Tetapi Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam berhenti empat hari di Quba', di pinggir kota Madinah. Di sana, beliau mendirikan masjid yang merupakan masjid pertama yang dibangun dengan dasar takwa.
Setelah itu, beliau mengendarai unta. Para pemimpin Yatsrib telah menunggu di jalan-jalan. Setiap orang ingin mendapatkan kemulia­an agar Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam menetap di rumahnya. Setiap orang menawar­kan unta tersebut untuk berhenti di depan rumah mereka. Mereka berkata, "Berhentilah di depan rumah kami, ya Rasulullah." Beliau berkata kepada mereka, "Biarkanlah unta ini berhenti sendiri karena dia adalah yang disuruh."
Unta itu terus berjalan menuju tujuan dan setiap mata me­mandang ke arahnya, setiap hati menjadi harap-harap cemas. Ketika unta melewati satu rumah, penghuninya bersedih dan putus asa, dan rumah yang belum dilewati, penghuninya meng­harapkan unta itu agar berhenti. Tetapi unta Rasulullah terus me­langkahkan kakinya. Orang-orang mengikutinya, mereka sangat rindu mendapatkan kemuliaan itu, sehingga ketika sampai di sebuah halaman kosong yang luas di depan Abu Ayyub, unta itu berhenti dan mendekam. Tetapi Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam belum juga turun dari punggung unta itu.
Tak lama setelah itu, unta itu kembali berdiri dan jalan. Rasulullah memegang pelananya, kemudian unta itu kembali ke tempat semula dan mendekam lagi. Melihat hal itu, Abu Ayyub al-Anshari merasa amat senang. Ia bergegas menemui Rasulullah dan memberikan ucapan selamat. Ia menurunkan perbekalan Nabi seolah-olah ia sedang membawa seluruh isi dunia ke rumahnya.
Rumah Abu Ayyub hanya terdiri satu tingkat. Di atasnya ada loteng. Ia lalu mengosongkan loteng tersebut dari peralatannya dan keluarganya. Kemudian ia menempatkan peralatan Rasulullah di sana. Akan tetapi, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam lebih memilih di lantai. Abu Ayyub pun kembali menurunkan peralatan Rasulullah dan meletakkannya di tempat yang beliau inginkan.
Ketika malam tiba, Rasulullah berbaring di tempat tidur beliau. Abu Ayyub dan istrinya naik ke rumah bagian atas. Ketika istrinya hendak menutup pintu atas, Abu Ayyub menoleh kepada istrinya dan berkata, "Celaka engkau, apa yang kau perbuat? Bukankah Rasulullah berada di bawah dan kita di atas? Akankah kita berjalan di atas beliau? Bukankah kita berada di antara Nabi dan wahyu? Sungguh, kita akan celaka."
Keduanya merasa bersalah dan menyesal. Mereka tidak sadar dengan apa yang mereka perbuat. Hati mereka tidak tenang dan gelisah, sampai akhirnya mereka beranjak ke tempat yang tidak berada tepat di atas Rasulullah. Mereka pun berjalan di pinggir loteng.
Ketika pagi datang, Abu Ayyub berkata kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam, "Demi Allah, kami tidak dapat memejamkan mata semalaman, baik aku maupun istriku." Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam lalu bertanya, "Kenapa, wahai Abu Ayyub?" Abu Ayyub menjawab, "Semalam, aku berada di bagian atas rumah sedang engkau berada di bawah. Kalau aku bergerak, maka debu akan jatuh dan menimpamu, dan aku berada di antaramu dan wahyu." Kemudian Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam berkata, "Tidak apa-apa, wahai Abu Ayyub. Keberadaan kami di bawah untuk memudahkan kami, karena orang-orang banyak mengunjungi kami. "
Abu Ayyub berkata, "Lalu aku melakukan perintah Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam sampai pada suatu malam yang dingin atap rumah kami bocor dan airnya masuk ke loteng. Aku dan istriku mengeringkan air itu dan kami hanya memiliki sepotong beludru yang kami jadikan sebagai selimut. Kami mengeringkannya dengan beludru itu karena kami khawatir air itu akan jatuh mengenai Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam.."
Pagi harinya, Abu Ayyub menemui Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam dan berkata kepada beliau, "Demi bapak dan ibuku, aku amat khawatir berada di atasmu, sedangkan engkau di bawahku." Lalu aku menceritakan kejadian semalam, beliau memahami­nya, lalu beliau naik ke loteng sedangkan aku dan istriku me­nempati bagian bawah rumahku.
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam tinggal di rumah Abu Ayyub selama sekitar tujuh bulan sampai selesai pembangunan masjid beliau di se­bidang tanah kosong tempat unta beliau mendekam ketika beliau tiba di Madinah. Beliau kemudian pindah ke kamar-kamar yang dibangun di sekeliling masjid. Beliau pun menjadi tetangga Abu Ayyub, seorang tetangga yang mulia.
Abu Ayyub Al-Anshari amat mencintai Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam di seluruh relung hati dan pikirannya. Rasul Shalallahu 'alaihi wasallam pun mencintai Abu Ayyub. Bagi Rasulullah, rumah Abu Ayyub merupakan rumah beliau sendiri.
Ibnu Abbas menceritakan bahwa pada siang hari yang panas, Abu Bakar keluar menuju masjid. Lalu Umar Rodhiallahu 'anhu melihatnya dan berkata, "Wahai Abu Bakar, ada apa gerangan engkau keluar di siang bolong?" Abu Bakar menjawab, "Aku keluar hanya karena merasa lapar." Umar pun berkata, "Aku pun keluar karena alasan yang sama." Kemudian mereka pergi menuju Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam. Beliau bertanya, "Ada apa kalian keluar siang hari?" Mereka menjawab, "Demi Allah, kami keluar karena perut kami amat lapar." Rasulullah pun berkata, "Demi Zat yang memegang nyawaku, aku juga merasakan hal yang sama. Mari ikut aku!"
Lalu mereka pergi ke rumah Abu Ayyub al-Anshari. Ia selalu menyimpan makanan untuk Nabi setiap hari. Jika beliau tidak datang, maka makanan tersebut ia makan bersama keluarganya. Ketika tiba di depan pintu, istri Abu Ayyub keluar dan berkata, "Selamat datang, wahai Nabi Allah dan sahabatnya." Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam berkata kepadanya, "Di mana Abu Ayyub?" Abu Ayyub mendengar suara Nabi. Saat itu, ia sedang bekerja di kebun korma dekat rumahnya. Ia pun bergegas menemui Nabi dan berkata, "Selamat datang, wahai Rasulullah dan orang yang bersamanya. Wahai Nabi Allah, tidak seperti biasanya engkau datang." Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam berkata, "Engkau benar." Kemudian Abu Ayyub pergi ke kebun kormanya lalu memetik setangkai korma kering dan basah.
Rasulullah berkata, "Aku tidak ingin engkau memetik semua ini, cukup korma kering saja." Ia berkata, "Ya Rasulullah, aku harap engkau memakan semua­nya dan aku akan menyembelih hewan untukmu juga." Rasulullah menjawab, "Jika engkau mau menyembelih hewan, maka janganlah sembelih yang sedang menyusui."
Abu Ayyub mengambil anak domba yang berumur satu tahun, lalu menyembelihnya. Kemudian ia berkata kepada istrinya, "Buatlah adonan, lalu buatlah roti untuk kami karena engkau lebih tahu tentang roti."
Kemudian istrinya pun mengambil setengah dari daging domba itu dan memasaknya, sedangkan bagian yang lain ia panggang. Ketika makanan telah matang, ia menghidangkannya ke hadapan Rasulullah dan sahabat beliau. Rasulullah mengambil sepotong daging dan meletakkannya di atas roti. Beliau kemudian berkata, "Wahai Abu Ayyub, antarkanlah sebagian kepada Fatimah karena sudah beberapa hari ia belum makan makanan seperti ini."
Ketika mereka telah makan dan kenyang, Nabi berkata, "Roti, daging, air tawar, korma." Tanpa disadari, mata Nabi mengeluarkan air mata. Beliau berkata, "Demi zat yang menguasai jiwaku. Ini adalah kenikmatan yang kalian minta pada hari kiamat kelak. Jika kalian mendapatkan seperti ini lagi dan kalian mengambilnya ucapkanlah, 'Bismillah,' jika kalian telah kenyang, ucapkanlah, 'Alhamdulillahi alladzi huwa asyba'ana wa an'ama 'alaina fa afdhala.'"
Kemudian Rasulullah bangkit dari duduk dan berkata kepada Abu Ayyub, "Datanglah besok!" Tiada seorang pun yang membuatkan untuk beliau sesuatu, kecuali Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam amat suka memberikan hal yang serupa. Tetapi, Abu Ayyub tidak mendengar hal itu. Umar berkata kepada­nya, "Sesungguhnya, Rasulullah menyuruhmu untuk datang ke rumah beliau besok, ya Abu Ayyub."
Abu Ayyub berkata, "Baik, ya Rasulullah."
Keesokan harinya, Abu Ayyub pergi ke rumah Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam.. Lalu beliau memberikan kepadanya seorang anak kecil yang membantu beliau. Beliau berkata, "Perlakukanlah ia dengan baik, wahai Abu Ayyub. Sesungguhnya, aku hanya melihat yang baik darinya selama bersamaku." Abu Ayyub kembali bersama anak kecil tadi ke rumahnya. Ketika istrinya melihat, ia bertanya, "Anak siapa yang bersama­mu, wahai Abu Ayyub?" Abu Ayyub menjawab, "Ia anak kita. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam memberi­kannya kepada kita." Lalu istrinya berkata, "Sungguh, pemberian yang mulia." Abu Ayyub berkata lagi, "Beliau menyarankan kita agar memper­lakukannya dengan baik." Istrinya lalu bertanya, "Bagaimana kita dapat menjalankan saran Nabi terhadapnya?" "Demi Allah, aku tidak mendapatkan wasiat dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam yang lebih baik kecuali memerdekakannya," jawab Abu Ayyub. Istrinya berkata, "Semoga Allah membalasmu. Aku sepakat denganmu." Kemudian mereka pun memerdekakannya.
Begitulah sepenggal kisah tentang kehidupan Abu Ayyub al­-Anshari. Jika Anda mengetahui sepak terjangnya dalam peperang­an, sungguh, Anda akan takjub dengannya. Sepanjang hidup­nya, Abu Ayyub Al-Anshari selalu ikut peperangan sehingga dikatakan, "Ia tidak pernah absen dalam setiap peperangan yang dilakukan kaum muslimin sejak masa Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam sampai masa Muawiyah kecuali ia sibuk dengan hal yang lebih utama."
Peperangan yang terakhir ia ikuti adalah ketika Muawiyah mem­persiapkan satu batalion pasukan perang di bawah pimpinan Yazid untuk menaklukkan Konstantinopel. Ketika itu Abu Ayyub telah menjadi seorang yang sudah tua, yaitu delapan puluh tahun. Tetapi kondisi tersebut tidak menghalanginya untuk bergabung dengan pasukan Yazid dan mengarungi lautan demi berjuang di jalan Allah.
Akan tetapi, belum lama mereka sampai di daerah musuh, Abu Ayyub mengalami sakit yang membuatnya tidak dapat melanjut­kan perjuangan. Yazid kemudian datang menjenguk Abu Ayyub dan berkata, "Apa yang dapat aku bantu, wahai Abu Ayyub?" Abu Ayyub menjawab, "Sampaikan salamku kepada pasukan yang lain, dan katakan kepada mereka, 'Abu Ayyub berwasiat kepada kalian, jangan kalian pergi meninggalkan daerah musuh sampai kalian telah mencapai tujuan. Bawalah ia bersama kalian dan kuburkanlah ia di bawah kaki kalian di pagar-pagar Konstantinopel.'" Setelah itu, ia pun mengembuskan napasnya yang terakhir.
Pasukan kaum muslimin memegang teguh wasiat sahabat Nabi itu. Mereka mampu memorak-porandakan pasukan musuh sampai mereka menguasai pagar-pagar Konstantinopel. Mereka pun selalu membawa Abu Ayyub bersama mereka. Di sanalah mereka meng­gali kuburannya lalu menyemayamkannya. Allah merahmati Abu Ayyub al-Anshari. Ia enggan mati kecuali dalam peperangan di jalan Allah. Usianya lebih kurang delapan puluh tahun.

Sumber: Shuwar min Hayaati ash-Shahaabah